DAYUMIN, MENI, SELLA, BERSIAP MEREBUT TIKET DAYUNG KANO OLIMPIADE PARIS

Jakarta, 15 April 2024 – Di saat jutaan masyarakat Indonesia menunaikan ibadah puasa Ramadan 1445 Hijriyah sejak pertengahan Maret dan sibuk mudik Lebaran hingga pertengahan April, delapan atlet putri nasional cabang olahraga dayung kano Indonesia tetap menjalani latihan-keras untuk meraih tiket ke Olimpiade ke-33 di Paris yang diperebutkan dalam babak kualifikasi di Jepang 18-21 April 2024.


Atlet asal Wajo (Sultra) berusia 32 tahun, Dayumin, dinilai memiliki peluang besar untuk mengatasi pesaing-pesaing berat dari Kazakhstan, Uzbekistan, Vietnam, Thailand, dan Iran di nomor kano-perorangan putri 200 meter (W C1 200). “Dayumin menunjukkan penampilan yang menjanjikan selama berlatih 4 pekan bersama atlet nasional Georgia (Eropa-Timur/Asia-Barat) dan peraih medali Olimpiade asal Ukrainia di Antalya (Turki) 6 Maret hingga 3 April, dan kemudian berlanjut latihan di Cipule (Jabar),” kata Andrii Kraitor, 32 tahun, pelatih berkebangsaan Ukraina yang beberapa kali berlomba di berbagai kejuaraan tingkat Eropa maupun dunia dengan membawa bendera Ukraina dan Azerbaijan.


Sementara itu peluang tiket ke Olimpiade Paris di nomor kano-ganda putri 500 meter (W C2 500) dipercayakan kepada pasangan-baru Nur Meni asal Pulau Bontu-Bontu (Sultra) berusia 32 tahun dan Sella Monim asal Sentani (Papua) berusia 26 tahun. “Walaupun Meni dan Sella adalah pasangan baru yang belum berpengalaman lomba, namun selama berlatih di Antalya, keduanya mencatat kemajuan yang pesat sehingga memiliki peluang,” kata Andrii yang pernah melatih tim nasional kano China 2018 hingga 2021, sebelum melatih di Pelatnas Dayung Kano Indonesia sejak 2022.


Cuaca di Jepang


Dayumin, Meni, dan Sella bersama tiga atlet nasional dayung kano putri Indonesia lainnya bertolak ke Jepang Sabtu (13 April) dipimpin Manajer Tim Edy Suyono, yang juga Sekjen Pengurus Besar PODSI (Persatuan Olahraga Dayung Seluruh Indonesia), didampingi pelatih-kepala asal Jabar, M. Suryadi, dan pelatih asal Jambi, Roinadi.


“Panitia lomba telah membantu tim Indonesia dengan meminjamkan perahu untuk berlatih, berhubung perahu yang kami bawa dari Indonesia belum tiba karena masalah teknis-administrasi di bea cukai Jepang,” kata Edy Suyono.


Sementara Pelatih Andrii Kraitor bersama seorang pelatih dan dua atlet putri lainnya menyusul ke Jepang 16 April karena keterlambatan proses visa.


Perihal peluang atlet dayung kano Indonesia meraih tiket ke Olimpiade Paris, Juli-Agustus 2024, dalam “2024 ACC Canoe Sprint Asian Championships & Olympic Qualifier” atau Kejuaraan Kano Sprint Asia dan Kualifikasi Olimpiade ACC (Asian Canoe Confederation) 2024 di Sea Forest Waterway di Teluk Tokyo, Jepang, 18-21 April 2024, Andrii menjelaskan bahwa banyak faktor yang dapat mempengaruhi penampilan para atlet peserta lomba, termasuk cuaca dingin dan angin kencang. “Mari kita do’akan bersama agar para atlet kita mampu mengatasi semua kendala dan berhasil meraih tiket Olimpiade Paris 2024,” kata Andrii.


Panitia lomba menyampaikan bahwa temperatur terrendah udara di Tokyo pada bulan April dapat mencapai 10,6 derajat Selsius, dan kelembaban (kandungan uap air di udara) mencapai 67%. Sementara itu tingkat kelembaban yang nyaman di Indonesia menurut Permenkes RI No. 5/2018 adalah 40% hingga 60%.


Kecepatan angin rata-rata 1,6 meter/detik, dan yang tertinggi pernah mencapai 4,1 meter/detik pada tengah-malam.

Tempat lomba dayung Sea Forest Waterway yang terletak di jantung Kota Tokyo, di seberang Tokyo International Cruise Terminal, merupakan kanal di perairan lepas pantai dengan lintasan sepanjang 2.300 meter, lebar 200 meter, serta kedalaman air lebih dari 5 meter, dilengkapi pengendali gelombang laut, dan tribun penonton berkapasitas 12.800 orang.


Berdasarkan jadwal UPP (Upacara Penghormatan Pemenang), pengalungan medali juara nomor kano-ganda putri 500 meter (W C2 500) akan berlangsung pada 19 April pukul 12:06 waktu setempat (10:06 WIB), sedang nomor kano-perorangan putri 200 meter (W C1 200) berlangsung pada 21 April pukul 11:35 waktu setempat (09:35 WIB).


Keadaan Baik dan Aman di Jepang



Dayumin, yang biasa dipanggil “Day” dan dibesarkan di pesisir Kabupaten Buton Utara (Sultra), mengatakan bahwa situasi di Jepang saat ini dalam keadaan “aman”. Artinya segala sesuatu berjalan lancar dan tidak kekurangan apapun. Ia bersama tim telah berada di Jepang dan menjalani latihan penyesuaian pada Minggu sore (14 April) di venue lomba di Tokyo, yang juga tempat berlangsungnya lomba dayung Olimpiade ke-32 di Tokyo 2020. Olimpiade Tokyo diundur setahun menjadi 2021 karena kendala COVID-19.


Sebagai orang yang dilahirkan di pesisir kepulauan, Dayumin sejak kecil sudah terbiasa mendayung sampan-kayu untuk membantu orangtuanya, termasuk ke pasar yang berjarak-tempuh sekitar 30 menit mendayung. Menuju ke sekolah, ia juga harus mendayung sekitar 5 menit. Setelah berusia 15 tahun pada tahun 2007, ayahnya, Ramudin, mantan atlet nasional dayung se-angkatan pelatih M. Suryadi, mengajak Day ke Kota Kendari naik perahu-bermotor selama 6 jam untuk mencoba belajar mendayung kayak di PPLP (Pusat Pendidikan dan Latihan Olahraga Pelajar) Kendari.


Ia sangat berhasrat untuk lolos kualifikasi dan berlaga sebagai Olimpian dalam Olimpiade 2024 untuk nomor C1 dan C2 bersama Nur Meni, sebagai event pamungkas sebelum pensiun sebagai atlet pada usia 32 tahun.


Day ingin membalas budi kepada orang-orang yang dinilainya berjasa. Hadiah, bonus dan uang-sakunya digunakan untuk membiayai kuliah ke-3 adiknya. Dua adiknya kini sudah menyandang gelar S1 dan yang bungsu sedang kuliah ilmu tanah di Universitas Halu Oleo, Kendari. Ia juga berencana membelikan perahu motor untuk ayahnya mencari ikan di laut dan membuat rumah kontrakan atau kos-kosan di Kendari. Olahraga dayung dinilainya telah berjasa besar mengangkat harkat dan martabat dirinya, dan ia sangat berutang-budi kepada pelatih M. Suryadi. “Beliau yang membuat saya bisa berprestasi,” katanya.


Nur Meni dan Sella Monim



Pasangan kano C2-500 meter Nur Meni dan Sella Monim juga telah berada di Jepang dan berlatih Minggu sore. “Kondisi Sella baik,” kata Sella. Nurmeni dan Sella sama-sama lahir dan dibesarkan di kawasan pesisir, sehingga mendayung sampan merupakan kegiatan sehari-hari sejak kecil.


Sebagai anak keluarga nelayan di pesisir Towea (Kabupaten Muna, Sultra), Nur Meni sudah terbiasa mendayung perahu kayu di laut sejak kecil. Sebenarnya Meni berat meninggalkan ayah-ibunya di kampung, saat ia diajak saudaranya, pedayung senior Asnawir, untuk “belajar” dayung di Jatiluhur (Jabar) pada tahun 2011, karena Meni adalah anak tunggal.


ASN (Aparatur Sipil Negara) di Kemenpora RI Jakarta sejak 2019 itu bertekad membangun kampung-halamannya. Ia berrencana membangun lapangan futsal di kampung. Tanahnya sudah dibeli. Ia juga telah menanam modal Rp 300 juta untuk membuat kapal ikan berukuran 50 meter dan berawak 12 orang sejak 2014. Kapal ikan dioperasikan oleh ayah bersama (calon) kakak-iparnya dan modal telah kembali dalam 3 tahun. Ia juga membeli 5 ekor sapi-potong untuk diternakkan ayahnya.


Sedangkan Sella Monim yang dibesarkan di Kampung Putali, di Pulau Putali, di tengah Danau Sentani, dan terbiasa mendayung perahu-kayu untuk mencari ikan, mulai menekuni cabang olahraga dayung pada 2019, saat ia berusia 21 tahun dan sudah 2 tahun lulus SMA namun belum berrencana kuliah. Pamannya, Martinus Monim, adalah pelatih yang memperkenalkan olahraga dayung kepada Sella. Kakaknya nomor 2, Harold Monim 29 tahun, adalah atlet kayak.


Belum setahun Sella berlatih, pada akhir 2019, Sella ikut Pra PON di Cipule dan mempersembahkan medali perunggu nomor C2-500m bersama Ritje, yang membuat ia dipanggil masuk Pelatnas April 2021.


Motivasi serta ambisinya cukup kuat untuk berprestasi, didorong rencananya membelikan ayahnya keramba-terapung untuk budidaya ikan di samping rumah di Danau Sentani dari hadiah dan bonus sebagai peraih medali. Ia juga ingin membelikan ayahnya ternak sapi untuk dikembang-biakkan, serta membangun rumah dan menikah 6 tahun mendatang.


Lima atlet putri dayung kano lainnya yang juga akan berlomba di Jepang adalah Ramla 25 tahun asal Batupapan (Sulsel), Cinta Priendtisca Nayomi 24 tahun asal Jakarta, Herlin Aprilin Lali 20 tahun asal Hobong (Papua), Sri Kandi asal Pulau Renda 19 tahun (Sultra), dan Nurevani Feraliana 20 tahun asal Garut (Jabar).


Penulis:

Brata T. Hardjosubroto